Seven Request
Awkay! Itu cerita pertama, kan
tadi gue bilang gue dapet 2 hal. Jalan-jalan jauh itu adalah di man ague menjadi
diri gue sendiri. Yang kedua…..
Tujuan gue jalan jauh adalah ke
Gramedia Merdeka. You know where the place is. Maka, sampe di depan BIP, gue
dan kaka kelas nyebrang, dan masuk KFC. Loh?
Intinya kita ber2 laper, butuh
nasi dan butuh duduk karena kaki gempor, jadi kita makan. Di sanalah, partner
tau gue lagi jalan sama kaka kelas. Well, gue tau itu semacam cheating dan gue
tau dia ngambek. For a lot of reason, you feel angry I feel envy.
Selsai makan? Gue (nerusin) baca
buku The Hunger Games. Setelah itu, gue masuk ke gedung utama Gramedia dan
surfing liat-liat novel. Di sini gue benerbener niat window shopping. Buat sekedar
liat buku-buku baru-yang testimoninya berseliweran di Time Line gue, dan
kebanyakan menarik, tapi gue urung beli karena liat sikon uang dan schedule
*alah*
Satu buku yang gue beli. Judulnya
‘Seven Request’. Sebuah buku, yang ditulis oleh mantan pacar, mantan gue *you’ve
got the mean right?* dengan cover buku menyerupai amplop dengan beberapa gambar
burung bangau di depannya dan pembatasnya pun lucu. Secretly, gue envy sama
penulisnya. Design bukunya keren banget, sampe pembatasnya. Gue pun envy, ex
gue udah baca buku dia. Gue termotivasi buat nerbitin novel juga someday, but
proving ke dia bahwa gue pun bisa menghasilkan novel. Walopun gue tau, bakal
ada senyum tipis tanda kritik saat dia baca novel gue entar. Hahaha I wish.
Oke well back to the topic. Kaka kelas
gue, udah baca juga, dan bermaksud minjemin punya dia. Tapi, gue lebih milih
beli sendiri aja, karena design bukunya bagus hahaha. Di sepanjang perjalanan
pulang, well setengah tepatnya, gue baca itu novel. Sampe rumah? Gue terusin
baca.
Keseluruhan novel bikin gue
tercengang, karena well alur cerita, bahasa, amanat-nya itu bener-bener
unpredictable, simple tapi bermkana, dan tepat sasaran banget. Gue berdecak
kagum sama Ka Amira ini, karena nulis buku semeaning ini diusia 16 tahun. Gue yang
sekarang ada diumurnya, gak kepikiran buat nyusun cerita dan katakata sebagus
ini.
Di tengah-hampir ending cerita,
gue nangis senggukan baca ceritanya. Gue kagum, kepiawaian Ka Amira bikin
konflik, ngerancang cerita, nyembunyiin kebenaran, dan waktu dikeluarin kebenarannya,
gue berhasil senggukan. Kebawa suasana dari rangkaian kata yang dibuatnya. Gilak,
gue selama ini gapernah baca novel sampe nangis, apalagi ceritanya tentang love
things. Tapi kali ini, gue nangis, karena katakata dan cerita yang dirangkai Ka
Amira.
Kekaguman gue, makin menjadi
ketika gue baca ending cerita. Ketika si protagonis udah beranjak makin dewasa,
ceritanya gak ngantung malah bikin gue semakin berdecak kagum. Ceritanya bikin
gak nyangka. Dalam artian, gue gapercaya bahwa anak kelas X pun bisa bikin
cerita yang di luar konteks lingkungannya. Alur ceritanya, yang sebenarnya
sangat ingin gue bikin.
Di buku ini, gue seperti berkaca
sama diri gue sendiri. Nemu pembenaran atas pertanyaan gue tentang hidup selama
ini, khususnya tentang apa itu bahagia dan ‘menyadari’.
P.S: For partner, out of the
topic up there. Idk why, you always make me envy. Or its just my envy toomuch
to you. I guess we on the same problem, we always envy to each other. You always
envy to me cause you always thought that I’ve deal with another guy. Me? I
always envy to your life. Actually is poison from me. From the envy me, I try
make my self have another fun life than you, and I’ll feel better. And the
output? Eventhough I feel happy, but I always regretting on envying what you’ve
done. And all of this envy things, make us always miss understanding and mad
each other. Control and end this, please?
P.S: Happy Birthday for your
beloved Mom! May god always bring her happiness. Cheer!
Yang nulis itu sebenernya Amira atau... orang-yang-ada-di-bagian-ucapan terima kasih?
BalasHapusAtau kisah mereka berdua? *eh
Aku gabaca ucapana terimakasihnya, wait!
BalasHapus