How Luck Be Able To Be An Announcer
Sebelum pikiran gue tambah
melayang ke hal-hal yang sementara ini harus dienyahkan dulu dan sebelum gue
parno sendiri abis liat sekilas foto korban yang entah diapain ular kobra
pokoknya mukanya jadi nyeremin bgt. Tuhkan kebayang!
Dengan diiringi lagu-lagu Adhitya
Sofyan…
Gue buka timeline dan sedang lagi
gak crowd so gue buka profile salah satu sub acc radio di Bandung. As I told
you before, gue sekarang adalah announcer yang bakal broadcast selama 1 tahun.
Kalian yang di Bandung pasti tau radio-radio Bandung mana aja yang biasanya
suka ngerekrut anak-anak SMA buat siaran selama 1 tahun. Gue adalah salah satu
bagian dari radio-radio itu sekarang.
Being an announcer adalah salah
satu cita-cita kecil gue. Walaupun gue kadang suka kesel sendiri ketika si
announcer mulai ngomong dan lagu mati, tapi gue tertarik dengan dunia siaran.
Karena menurut gue, siaran itu mirip-mirip Jurnalis. Mereka harus menyampaikan
berita-berita actual dalem konteks dunia hiburan dan buat gue yang hobi ngomong
ngeracau, mungkin jadi penyiar adalah salah satu tempat dimana racauan gue bisa
tersalurkan dengan baik huihihi.
Gue dinyatakan diterima di radio
ini, sekitar bulan November 2012 dan mulai bulan itu juga gue langsung
training. Alih-alih training dalam arti sebenernya, di sini kita lebih ke
sosialisasi antar perseorangannya. Yang diterima jadi penyiar di sana awalnya
28 orang. Gak selalu komplit sih setiap training, tapi yang pasti lama kelamaan
kita jadi tau sama lain dan membentuk pertemanan.
Percaya deh, selama -/+ 3 bulan
training gue sangat susah bersosialisasi. Seperti biasa. Kadang gue sangat
ngedown banget karena ko ya kayanya gue merasa gak diterima, envy, dan berasa
gue itu cupu akibat banyak culture shock. Setelah gue pikir-pikir… itu cumen
judging yang gue buat sendiri aja, karena…
Gue masih kelas 10 dan mayoritas
kelas 11. Seeksisnya lo, pastilah kalo gaul sama senior rada awkward gitu juga
mereka, jadi yaa kita menyingkir dulu untuk memberi mereka privasi *lah?
Gue banyak nemu culture shock,
gue yang dasarnya emang anak rumahan dan mungkin bisa dibilang nerd, gak biasa
pulang malem, gak biasa hangout di café, dan gak biasa juga abis pulang
darimana langsung ke mana cumen buat sekedar makan.
Hal-hal semacam itulah yang gue
kagetin waktu gue masuk lingkungan itu. Sebelumnya gue tau dari novel, bahwa
dunia siaran pun sama glamornya kaya dunia hiburan ditv, cuman beda cakupan. Tapi
lo mau berharap apa sama anak umur 15 tahun yang masih labil dan jarang
berpikir panjang? Maka mau gak mau gue harus nerima culture shock itu tanpa
harus merubah diri gue.
Karena setelah gue amati, dari
kita ber24 (iya makin ngurangin seiring berjalannya training) gak semuanya ko
puya kehidupan yang ‘waw’ ada diantara mereka yang gak eksis, pendiem, dan
tergolong ‘biasa-biasa’ aja. Tetapi, di dalam ‘biasa-biasa’ itu mereka punya
kemampuan, potensi, untuk berkarya di dunia siaran ini. Seperti gue yang
akhirnya percaya bahwa, gak apa-apa gue ini cupu atau apapun, tapi gue percaya,
gue punya potensi bagus. Kalo ngga punya? Terus kenapa mereka milih gue untuk
ikut bergabung?
Gue pun jadi ngerti. Bahwa di
dunia kerja, relasi memang menguntungkan. Tetapi di samping semua itu, ada attitude,
skill, and good personality yang lebih dipentingkan. Gue pikir, ketika lo
seorang pendiam, penggila musik, dan novel kalo lo punya good personality, lo
bisa nempati diri lo ke tempat yang tepat ko. Lo bisa tetep bergaul, tetep
menjadi diri lo sendiri, dan bisa maju. Semuanya, menyesuaikan.
And anyway….
3 bulan sudah gue training. Banyak
banget kesannya, gue mengikuti beberapa event sehingga gue jadi tau beberapa
tempat buat hang out, gue dapet banyak ilmu, cerita, dan yang paling penting keluarga
baru. Ya, keluarga baru gue ini, rasa kebersamaannya erat banget. See? Ditengah
gue yang menganggap mereka orang-orang yang gak mau mengenal gue, tapi ternyata
mereka saling memedulikan. Karena, persetan dengan perbedaan dan status sosial,
kita ada dalam satu organisasi, terus kenapa kita harus saling mengabaikan? Urusan
tabiat, yah itu urusan masing-masing.
Gue inget, ada satu anak yang
sekolahnya siang jadi trainingnya pagi. Ketika dia bisa dateng training sore
dan ketemu kita, teriakan nama dia, senyuman hangat, dan ocehan senang dari
kita jadi ritual penyambutan dia.
Gue pun inget, ada satu cowo yang
rasis dan akhirnya harus berurusan sama kru radio, kita sama-sama maksa mentor
kita untuk dia balik ke kita dan bisa siaran bareng. Kita juga sering nanya
kabarnnya ke temen deketnya dan terus maksa balik. Walaupun akhirnya dia harus
keluar karena alesan mentor, tapi usaha kita itu cukup membuktikan bahwa kita
satu.
Atau.. kita bareng-bareng
ngerjain salah satu dari kita yang ulang tahun. Ikut bahagia, ikut seneng, dan
mengabadikannya.
Oya, yang gue suka dari
kebersamaan ini, mereka semuanya berani jujur. Mereka akan dengan semangat memberi
reward bagi siapa yang melakukan hal-hal yang keren dan akan segera member saran
dan semangat sama orang-orang yang melakukan hal yang kurang bagus.
Kepada Allah, gue berterimakasih
dengan attitude gue yang masih jauh dari baik ini, gue ditempatkan pada
temen-temen yang special, ya bagi gue mereka sangat sangat special. Perjalanan 2
hari dalam seminggu dalam 3 bulan yang telah membuka mata pada banyak hal. Membuat
gue bisa menjadi diri gue sendiri yang sebenernya, yang dulu hanya gue simpan
diimajinasi.
For all of you guys, kita udah
gak training. Pengalaman 3 bulan training sekali seumur hidup ini jangan pernah
dilupain ya, tetep kaya gini untuk 1 taun atau entah beberapa taun ke
depan. We all together The Perfect 9 and
if we loose one we never get Perfect and don’t forget keep funky be your self
no matter what they say! J
Komentar
Posting Komentar