Akhirnya Gue ke Panti Asuhan
Kalo lo percaya apa yang dituliskan
suatu saat akan tercapai, mungkin gue harus benar-benar menuliskan
harapan-harapan gue hingga mungkin nanti pada waktunya akan tercapai.
Seperti keirian gue akan beberapa
teman yang mengunjungi Panti Asuhan entah sendiri atau dengan komunitasnya yang
pernah gue posting 2 tahun lalu. Berasal dari posting itu mungkin waktu
mengatur gue hingga akhirnya sehari sebelum Idul Adha kemarin, gue berhasil
mewujudkan keinginan gue untuk mengunjungi Panti Asuhan—sesuai dengan bayangan
gue.
Yap, kalo mengunjungi Panti
Asuhan gue memang pernah, bahkan ketika gue duduk dientah kelas berapa SMP,
lumayan sering berkunjung ke sana. Tetapi, yang bikin gue kecewa ketika
mengunjungi Panti Asuhan adalah keadaan Panti Asuhan itu sendiri. Bibayangan
gue, keadaan Panti Asuhan itu seperti yang ada di sinetron televise, keadaannya
bersih, mempunya banyak kamar dengan kasur bertingkat, ruang makan yang luas,
dll, dll.
Nyatanya, Panti Asuhan yang gue
kunjungi seperti rumah biasa yang diperbesar dan disulap rumah yang memiliki
banyak kamar seperti kamar kost-an. Untuk aktivitas berkumpul, makan, dan
shalat dipusatkan hanya di satu ruangan. Lagipula ketika gue berkunjung,
anak-anaknyalangsung bergabung menemui kami dan berhenti beraktivitas, sehingga
gue gak bisa melihat aktivitas mereka dan berkeliling Panti Asuhan.
…itu semua karena Panti Asuhan
tersebut terletak di Komplek Perumahan, menempati salah satu blok rumahnya yang
diperbesar dan diperlayak untuk para penghuninya. Sangat gak mungkin bila
mempunya bangunan sendiri layaknya asrama.
…berbeda dengan Panti Asuhan yang
gue kunjungi Senin, 14 Oktober kemarin.
Panti Asuhan itu terletak tidak
jauh dari Bandung Electronic Centre, bahkan terletak satu lurusan jalan dengan
bangunan mall tersebut. Sangat strategis berada tepat di pinggir jalan,
mempunyai bangunan sendiri nan besar, dan tidak mencirikan sebagai Panti
Asuhan, melainkan seperti kantor biasa mengimbangi bangunan di sekitarnya yang
sebagian adalah kantor. Letaknya yang berada di Jl. Purnawarman jalan yang
mempunyai lalu lintas padat yang sering dilintasi oleh city-car yang menjamur
saat ini. Sangat strategis
…karena kondisi yang strategis
itulah gue mendapatkan penggambaran bayangan gue terhadap Panti Asuhan di sini.
Kamar berisi kasur bertingkat, ruang makan, ruang santai, ruang belajar, bahkan
ruang lemari yang semuanya terpisah. Panti Asuhan itu bertingkat, penghuninya
beda tiap tingkatan, tingkat satu untuk laki-laki, tingkat dua untuk perempuan,
dan tingkat terkahir untuk bayi-bayi. Yap itulah Panti Asuhan Bayi Sehat yang
gue kunjungi bersama teman gue.
Kejadiannya kebetulan, ketika gue
harus masuk sekolah karena sekolah gue gak libur ketika beberapa sekolah lain
dan karyawan libur dengan alasan cuti bersama. Pulang cepat, gue mampir makan
di fastfood dekat sekolah. Lalu, Ario—teman gue—mengajak gue untuk pergi ke
Panti Asuhan yang beberapa hari lalu ia kunjungi bersama teman sekolahnya dan
berniat untuk kembali lagi.
Berdasarkan ceritanya yang
kembali membuat gue iri, gue pun jadi ingin ikut mengunjungi Panti Asuhan
tersebut. Maka terwujudlah bayangan gue selama ini.
Kami tiba pukul 12 siang di Panti
Asuhan itu. Setelah beramah-tamah di front office—ya anggap saja begitu—kita
langsung minta ijin untuk melihat ke dalam. Tujuan utama kita adalah kamar
tempat bayi-bayi berada karena sebelumnya Ario memang ke sana. Gue pun tertarik
ke Panti Asuhan gegara Ario yang bercerita bertemu banyak bayi, karena gue
menyukai bayi gue pengin melihat bayi-bayi itu. Sayang, tepat jam 12 adalah
waktu untuk para bayi istirahat, sayangnya lagi kita tidak bisa memaksa masuk
karena ibu yang menjaga bagian bayi itu judes sekali. Kami kecewa dan seperti
gak mendapatkan hasil ke Panti Asuhan ini, karena gak melihat bayi.
Kita lantas kembali turun ke
bawah dan melihat ke tingkat dua yang ditempati perempuan. Tingkat itu sepi,
sebagian penghuninya ada sedang bermain di kamar. Kami berdua sempat mengintip
mereka dan tak berani masuk karena ada nanny yang sedang menyetrika di situ.
Kami hanya bisa melihat mereka sedang mengobrol atau hanya bermain asal di sana.
Menuju ruang televise, kami
menemukan seorang anak yang tergolai lemah di kursi sambil menonton tv. Gue
menyapa dia, tapi dia hanya diam. Gue terus berbicara di situ, berbicara apa
saja asal. Seperti, ‘Dede bayinya lagi pada tidur ya? Padahal kita mau ke sana
loh. Sayang ya’ atau ‘Eh, kamu puasa gak? Aku mah gak puasa nih’ dan anak kecil
itu menjawab ‘Iya’ setidaknya itulah salah satu dari sedikit kata yang ia
keluarkan. Pantas saja adik yang satu ini lemas dari tadi, ternyata dia puasa
tho, gue malu di situ, kebetulan gue gak Puasa Arafah karena pms. Salut
ternyata di sini pendidikan Islamnya sangat diterapkan, tak salah ada tulisan
‘Muhammadiyah’ diplang Panti Asuhan tersebut.
Selebihnya di sana, gue dan Ario
hanya jalan-jalan tak karuan. Turun ke tingkat satu kami kembali mengintip
kamar anak laki-laki dan kembali melihat mereka sedang bermain asal dengan
mainan mereka. Ada juga anak lelaki yang baru selesai mandi dan sedaang
berpakaian, bau minyak telon menyerbak dari ruang lemari.
Setelah beberapa kali naik-turun
tangga karena masih ingin mencuri kesempatan untuk melihat bayi-bayi sampai
akhirnya gue dan Ario cape dan mengurungkan niat untuk bertemu bayi-bayi
akhirnya kita pulang.
Kalau gue boleh membandingkan,
sangat beruntung bagi anak-anak yatim piatu yang bisa masuk Panti Asuhan Bayi
Sehat ini. Sepertinya kehidupan mereka sangat terjamin di sana, gue bersyukur
ATAS aliran dana yang terus mengalir ke Panti Asuhan itu. Gue perhatikan, semua
yang ada di Panti Asuhan itu layak. Bahkan buku-buku pelajarannya pun sama
seperti buku pelajaran yang dimiliki anak-anak biasa. Bahkan sekolah tempat
mereka menimba ilmu pun di sekolah yang termasuk bagus. Allah memang sangat
menyayangi anak-anak yatim piatu.
Jadi yang di Panti Asuhan di
komplek gue kurang beruntung dong?
Gak juga. Karena gue percaya
aliran dana pada mereka pun gak akan pernah habis. Terbukti, setahun Panti
Asuhan itu berdiri, mereka bisa langsung membangun rumah yang lebih besar dan
layak. Lagi pula penghuni Panti Asuhan tersebut kebanyakan sudah SMP dan SMA.
Mereka pasti akan lebih mandiri. Untuk sekolah, mereka mendapat sekolah yang
sama-sama layak ko. Ini hanya gue aja yang terlalu termakan oleh imajianasi
film, sinetron, dan novel yang menggambarkan Panti Asuhan haruslah seperti
asrama dan blablabla.
Yang terpenting..
Kita harus menyayangi yatim piatu
dan membantu mereka sebisa mungkin. Tidak usah membandingkan bagaimana mereka
hidup di Panti Asuhan. Gue dijejali asumsi bahwa Panti Asuhan yang harus
dibantu itu adalah Panti Asuhan yang keadaannya belum layak. Setelah gue pikir
lagi, bukankah semua manusia dimata Allah sama? Dan Panti Asuhan adalah Panti
Asuhan yang pastilah membutuhkan banyak biaya setiap harinya karena menampung
banyak mulut untuk diberi makan. Jadi sama saja mau Panti Asuhan yang sudah
layak ataupun belum, itu bagaimana kita ikhlas menyumbangnya. Urusan pahala dan
manfaat kita serahkan semua pada Allah yang mengatur, kita hanya menjalankan
perintahnya dan berusaha menjalakannya dengan seikhlas mungkin.
So guys, keep in touch with the
orphans! We are the same but what make us different is we have parents, they
don’t. Well why don’t we share the love from our parents with help them as much
as we are? ;)
Komentar
Posting Komentar