Research


Setelah drama yang bikin gue seperti jatoh ke jurang yang dalam, gue berhasil naik perlahan, dan masih jadi seperti deadman walking atau Gordon-Levitt di dunia nyata, gue telah banyak belajar.

Masuk ke dunia baru dengan judul Announcer, adalah salah satu impian gue. Di sisi lain, ini juga ternyata mimpi buruk ketika gue yang manja, unsos, dan gabisa ngontrol emosi akhirnya stuck gabisa sosialisasi di lingkungan ini. Ternyata, akhirnya itu adalah being envy. Sumpah, worst thing to do and to think bgt.

Di samping semua itu, di lingkungan baru gue ini, gue ketemu beberapa orang yang punya passion di bidang tulis menulis. Bidang yang sampe sekarang gue gatau gue bener-bener minat atau cuman ingin menikmati. Bingung? Skip.

Mereka 1 tahun di atas gue dan selama pengamatan gue, mereka adalah penulis cerita romantis, tragis, dan penuh drama. Tipe-tipe penulisan cerpen yang bahasanya aduhai bikin gue cape baca-karena gue suka baca tulisan yang nyantai.

Tapi, gue belajar sesuatu di sini. Untuk menghasilkan cerita yang ‘drama’ ternyata gak cuman ngandelin imajinasi dan pemikiran-apalagi pemikiran gue yang kacau- tapi juga harus disertai research.

Pernah nonton Broken Hearts yang dibintangi Darius Sinatria sama Jullie Estelle? Di sana ada adegan, di mana si Jullie dibawa sama Darius ke tempat di mana anak-anak hardcore ngumpul dan salah satu mereka (mantan anak tiri Titi DJ yang meraninnya) diwawancara sama si Darius yang penulis, untuk bahan cerita di novel barunya.

Kira-kira research itu kaya gitu. Dan itu kemudian gue liat secara nyata, ketika salah satu temen gue ini sering nanya-nanya tentang apapun ke temen lain buat cerpennya atau skrip drama di radio. Selain itu, tadi bgt, ketika kita semua lagi nunggu buat foto bareng, ada anak kecil penjual Koran yang nawarin Koran ke kita. Setelah transaksi beres, dia juga nanya-nanya sedikit ke anak kecil itu, dan gue mengartikan itu sebagai another research.

Ngeliat semua itu, entah kenapa gue merasa gagal jadi (calon) penulis. Malu sendiri. Ternyata, impian gue untuk jadi penulis itu masih jauh dari nyata. Gue gak pernah mau nulis cerpen yang bener sesuai aturannya, karena gue males ikut aturan di B. Indonesia yang ribet bgt, padahal ya itulah prosedurnya. Gue selalu pengin nulis semau gue, walaupun hasilnya kosong, nol. Gue hanya bisa menikmati dan mengkritik karya orang tanpa menghasilkan satu karya pun.

Research gue kurang. Gue selalu menghasilkan tulisan dari pemikiran gue yang kadang bukan pemikiran yang umum. Padahal, research itu ternyata penting bgt untuk menghasilkan cerita dan membangun tokoh yang ‘out of the box’ dari diri kita. Karena, menulis itu bukan ajang pamer karakter penulis kan?

Research juga penting buat kita bikin cerita yang benar-benar fresh yang gak terkesan nyontek atau sejenis dengan cerita-cerita yang udah ada. Hasil research dan imajinasi, bagi gue adalah hal gila yang indah kalau si penulis bisa merangkaikan kata-kata sehingga jadi cerita yang bagus.
Intinya ternyata… being a writer itu ada di antara gampang dan susah. Gimana genre tulisan yang bakal kita ambil.

Ketika kita mau nulis tentang drama cinta, gaya bahasa bikin cape gue lah yang keluar. Ketika tulisan itu bertema komedi, gaya bahasa dirusak, hancur, demi tawa. Ketika tulisan itu bertema lifestyle, gaya bahasa jadi lebih santai. Macam-macam.

Dan semua kembali pada passion kita terhadap menulis..

Karena penulis seperti pelukis.

Ketika kita ngga punya bakat/passion di dunia lukis, kita gak akan pernah bisa menghasilkan lukisan yang menakjubkan dan bernilai ekonomi tinggi. Begitu juga sebaliknya.

Ketika kita ngga mengolah bakat/passion nulis dengan seharusnya, kita gak akan bisa menghasilkan tulisan berupa cerita yang memikat karena kita ngga menjiwai apa yang kita tulis. Karena tulisan banyak berasal dari pemikiran dan hati yang……. Gak terungkapkan. Kalo terungkapkan, haruslah dirangkai seindah mungkin, karena…. banyak manusia yang appreciate the high.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Syair: Rindu Dendam

Ferywell Party.......................

Ary